18 Mei 2009

Cappuccino

Cangkir putih besar tak' biasa aku punya
Di ruang 4x3 meter ia berada
Sendok stainless steel berendam tapi kuat redam panas mendidih
Ini sesuatu hal kebiasaanku, mencoba menggali kalimat yang sedang tidur, alih-alih untuk bisa berfikir jernih

Sesekali seruput
Hilang kesemuanya, hal tak' bisa, jadi tak' takut
Mulai lagi, semangat lagi
Candu lagi, seruput beberapa kali

Kutengok kedalam ia merayu
"Ayo teguk aku lagi". Katanya dalam bahasanya
Nakal sekali, sekali kuteguk kau habis sudah, mati, tak' tersisa
"Coba kalau bisa". Tantangnya, menguji tapi kini ia pilu. Mau mati, maka pilu

Budaya Italia di dalam cangkir, kuteguk lagi cappuccino
"Ku beritahu, aku juga kawan dari penulis di negeriku". Cerita ia saat aku jadi buntu lagi
"Oh...hebat kau". Baru kali ini kubalas ocehannya, biasanya tak' peduli
"Kalau begitu kau kenal diktator Mussolini".
"Ah...dia teman akrabku". "Dia senang sekali kutemani"
Kuteguk lagi cappuccino...
"Apa kau kenal pelatih sepakbola itu. Vittorio Pozzo"
"Ah...dia. karenaku dia bawa Italia juara dunia"
"Kuberitahu lagi, pahlawan kami saat itu Giuseppe Meazza"
"Hebat...hebat...kau hebat sekali"
"Kau tak' usah terlalu memuji"
"Apa kau bisa jadikanku seperti mereka, meledak"
"Tak' perlu khawatir, siap-siap dari sekarang, mimpimu tinggal menunggu waktu, kau akan jadi hebat"

Pagi-pagi setia sekali
Sudah menunggu untuk diteguk lagi
Ia rayu, rayu, rayu, jadi kuteguk berkali-kali
Senang sekali, ingat mimpi jadi semangat lagi

Ia kawan saat aku menulis rangkaian kata
Apa yang kau lihat sekarang, itu yang kau baca
Kau senang ?. Semoga saja
Terima kasih...terima kasih. Kenanglah, jangan lupa









0 komentar: