24 Mei 2009

UNTITLED

Kita punya masa, dulu
Aku, kau, juga mereka main lari-lari, main sembunyi-sembunyi
Permainan sederhana tiap sore hari, waktu itu
Ah...menyenangkan sekali

Kita punya jalan hidup, jadi sendiri-sendiri
Selang setahun, sudah jadi perempuan
Sungguh cepat sekali
Juga karna waktu, kita bertemu akan...

Dalam waktu kita menemu sempat
Sementara ini, kita bisa melihat
Tubuh kita menghadap, kita beri kita punya senyum hangat
Aku bisu, juga kau. Jadi cara kita, kita punya kita beri, itu alat

Sesuatu dalam ini rasa menekan-mendesak
Jadi ingin tahu, tak' sabar, karna jerit mereka memekak
Mereka tuntun, aku punya mata, lihat
Dia, duduk di depan halaman rumah ditemani sinar hangat

Ah...emosi. Menyulap hati jadi merasa
Aku tahu ini, tidak selamanya
Aku mau cepat-cepat pergi
Juga dari sini. Menekan-mendesak, tak' peduli

Sudah saatnya,
Aku kembali juga dari menamu
Karna Ibukota ini tempat tinggalku
Disini aku seharusnya

Terlalu lama, hilang sudah
Semburat emosi jadi redam, kini dingin membeku
Takkan lagi terbakar menyala-nyala, kala itu
Karna kutahu...ini sementara. Karna emosi sedang berulah

read more

18 Mei 2009

Tunggu Sampai Bosan

Duduk banyak di tepi luar pintu, kaum intelektual
Tunggu seorang intelektual juga, tapi ia lebih pintar
Ramai gaduh kini, namun kupilih bisu dari hingar-bingar
Kupilih juga duduk tenang tak' bergerak, sekalipun itu sejengkal

Lewat puluhan menit ia tak' muncul juga
T'lah kuhabiskan pemanis lidah yang kuberi tiga
Bosan kini...
Tunggu, tapi jangan kau katakan kedua kali, ah...nanti datang lagi

read more
Cappuccino

Cangkir putih besar tak' biasa aku punya
Di ruang 4x3 meter ia berada
Sendok stainless steel berendam tapi kuat redam panas mendidih
Ini sesuatu hal kebiasaanku, mencoba menggali kalimat yang sedang tidur, alih-alih untuk bisa berfikir jernih

Sesekali seruput
Hilang kesemuanya, hal tak' bisa, jadi tak' takut
Mulai lagi, semangat lagi
Candu lagi, seruput beberapa kali

Kutengok kedalam ia merayu
"Ayo teguk aku lagi". Katanya dalam bahasanya
Nakal sekali, sekali kuteguk kau habis sudah, mati, tak' tersisa
"Coba kalau bisa". Tantangnya, menguji tapi kini ia pilu. Mau mati, maka pilu

Budaya Italia di dalam cangkir, kuteguk lagi cappuccino
"Ku beritahu, aku juga kawan dari penulis di negeriku". Cerita ia saat aku jadi buntu lagi
"Oh...hebat kau". Baru kali ini kubalas ocehannya, biasanya tak' peduli
"Kalau begitu kau kenal diktator Mussolini".
"Ah...dia teman akrabku". "Dia senang sekali kutemani"
Kuteguk lagi cappuccino...
"Apa kau kenal pelatih sepakbola itu. Vittorio Pozzo"
"Ah...dia. karenaku dia bawa Italia juara dunia"
"Kuberitahu lagi, pahlawan kami saat itu Giuseppe Meazza"
"Hebat...hebat...kau hebat sekali"
"Kau tak' usah terlalu memuji"
"Apa kau bisa jadikanku seperti mereka, meledak"
"Tak' perlu khawatir, siap-siap dari sekarang, mimpimu tinggal menunggu waktu, kau akan jadi hebat"

Pagi-pagi setia sekali
Sudah menunggu untuk diteguk lagi
Ia rayu, rayu, rayu, jadi kuteguk berkali-kali
Senang sekali, ingat mimpi jadi semangat lagi

Ia kawan saat aku menulis rangkaian kata
Apa yang kau lihat sekarang, itu yang kau baca
Kau senang ?. Semoga saja
Terima kasih...terima kasih. Kenanglah, jangan lupa








read more
Temani (Aku)

Bila ingin, tinggallah disini
Jangan jenuh hati...
Coba beri arti...
Ciptakan sesuatu, mungkin nanti tak' sendiri lagi

Menetaplah hingga... Dan untuk kini
Dan jangan pergi...
Temani... Temani...
Mungkin nanti... kan ikat janji

read more